Rektor IPB University, Prof. Dr. Arif Satria, menjadi narasumber dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur, dengan tema “Potensi Pangan Dataran Rendah dan Pesisir dalam Mendukung Program Asta Cita”, Rabu (10/9/2025). Dalam kesempatan tersebut, Prof. Arif memberikan paparan bertajuk “Ketahanan Pangan sebagai Isu Strategis Nasional”.
Prof. Arif menegaskan, ketahanan pangan menjadi tantangan penting yang harus dijawab bersama, salah satunya terkait persoalan food loss and food waste (makanan sisa dan terbuang).
Ia menyebutkan, pada tahun 2021 Indonesia telah mencatat perbaikan dalam pengendalian food loss and food waste. Berdasarkan data tahun 2017 Indonesia berada di posisi nomor dua dalam hal food waste dunia, namun kini sudah lebih baik di peringkat delapan. Namun, pangan yang terbuang, tercecer, atau dibuang masih sangat besar.
Padahal, menurutnya jika persoalan tersebut dapat ditekan, Indonesia tetap bisa memberi makan 61 hingga 125 juta orang tanpa harus meningkatkan produksi pangan.
“Pengendalian food loss and food waste bukan hanya akan meningkatkan ketersediaan pangan, tetapi juga berpotensi menghemat hingga Rp500 triliun rupiah serta mengurangi emisi karbon,” ujar Prof. Arif.

Lebih lanjut, Prof. Arif mengungkapkan bahwa food loss and food waste bisa memberi makan sekitar sepertiga penduduk Indonesia jika dikelola dengan baik. Persoalan ini terjadi mulai dari tahap produksi, pascapanen, pemrosesan, distribusi, hingga konsumsi.
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya perubahan perilaku konsumsi di masyarakat, termasuk di lingkungan kampus.
“Kalau makan harus habis, tidak boleh mubazir. Dalam agama pun jelas ditegaskan, jangan berlebihan dalam makan dan minum. Ini sejalan dengan semangat untuk menekan food loss and food waste,” kata Prof. Arif.
Sebagai solusi, ia mencontohkan penerapan teknologi presisi dalam panen yang dapat menekan potensi kehilangan hasil. Jika saat ini kehilangan pada tahap panen mencapai sekitar 11 persen, maka penggunaan teknologi modern dapat memangkasnya hingga menjadi 5 persen. Dengan demikian, ketersediaan pangan nasional dapat bertambah signifikan.
Menurutnya, upaya pengendalian food loss and food waste tidak hanya berhenti pada aspek teknis, tetapi juga budaya. Ia mengajak masyarakat, khususnya mahasiswa, untuk membiasakan membawa pulang makanan yang tersisa agar tidak terbuang, serta menumbuhkan budaya menegur atau memberi perhatian pada perilaku mubazir makanan.
“Budaya ini bisa kita mulai dari kampus. Kalau makan, harus habis. Dari hal sederhana ini, kita bisa ikut mengatasi tantangan besar ketahanan pangan,” tegasnya.

