Rektor IPB Paparkan Praktik Terbaik Pengembangan Ekonomi Desa Lewat Program One Village One CEO

Rektor IPB University, Prof. Dr. Arif Satria, memaparkan pengalaman dan praktik terbaik IPB dalam mendorong ekonomi desa melalui program unggulan One Village One CEO (OVOC). Program ini menjadi salah satu model praktik terbaik IPB dalam optimalisasi kapasitas lembaga ekonomi desa, termasuk sinergi dengan BUMDes dan koperasi.

Dalam kegiatan Seminar Optimalisasi Kelembagaan Ekonomi Desa Menuju Masyarakat Berdaya di Universitas Indonesia, Prof. Arif menjelaskan bahwa OVOC merupakan wujud nyata dari transformasi pendidikan tinggi di IPB, yang mengarah pada technopreneurship dan innopreneurship dengan pendekatan langsung ke masyarakat.

“Yang menjadi CEO ini adalah mahasiswa tingkat akhir atau semester akhir, atau fresh graduate IPB yang kemudian membawa inovasi-inovasi ke desa, dengan dukungan dari berbagai mitra. Kemudian melakukan diseminasi inovasi, membuka akses pasar, termasuk pasar online hingga pasar ekspor,” ujarnya, Selasa (17/6/2025).

Prof. Arif menyebutkan, program ini telah menciptakan dampak besar, antara lain 1.043 desa terdampak, 68.720 warga desa juga terdampak langsung, 9.500 tenaga kerja terserap, dan 44 inovasi digital diterapkan. Beberapa desa yang didampingi OVOC telah menjadi desa ekspor, salah satunya desa penghasil pupuk organik merek “Goathai” yang berasal dari fermentasi kotoran kambing dan kini telah diekspor ke 11 negara.

“Mereka (para CEO), yang paling penting adalah meyakinkan masyarakat desa. Bekerja dengan orang desa, dengan BUMDes, dengan koperasi, agar inovasi-inovasi yang sudah dihasilkan oleh perguruan tinggi ini bisa dimanfaatkan dengan baik,” jelasnya.

Ia mengatakan, banyak produk yang dikembangkan dari berbagai kegiatan OVOC telah dipasarkan lewat perusahaan-perusahaan besar. Seperti pepaya “Calina” yang kini dipasarkan di Indomaret sebagai pepaya “California”, pisang kepok, talas bogor, ubi ungu, dan ubi oranye. Produk-produk inovasi OVOC banyak yang sudah diekspor seperti kopi garut, abon ikan, gula palem, kopi luwak, buncis “Kenya”, dan masih banyak lagi.

Branding itu penting. Dulu pepaya ‘Calina’ nggak laku, kita ubah jadi ‘California’ langsung laku keras. Begitu juga Goathai’– itu artinya kotoran kambing yang difermentasi, tapi karena pakai nama internasional, jadi bisa ekspor,” jelas Prof. Arif.

Di samping itu, lanjut dia, program OVOC juga terintegrasi dengan program strategis lainnya, seperti Dosen Pulang Kampung, di mana 30 persen dosen IPB kembali ke desa asalnya untuk membangun kampung dengan membawa inovasi kampus. Selain itu, IPB juga menjalankan program Data Desa Presisi, Sekolah Pemerintahan Desa, Digitani, dan Sekolah Peternakan Rakyat yang tersebar di 28 kabupaten di 15 provinsi.

Prof. Arif menegaskan, basis dari semua kegiatan yang dilakukan IPB University adalah riset, yang kemudian dikonversi menjadi inovasi yang dapat dimanfaatkan langsung oleh masyarakat desa. Bahkan hingga bisa mendorong masyarakat berinteraksi dengan pasar.

“Alhamdulillah, lima tahun terakhir ini, IPB sudah memberikan kontribusi dan mendampingi kurang lebih sekitar 6.675 desa. Artinya, 8,8 persen desa di Indonesia itu sudah disentuh oleh IPB, dengan luasan kurang lebih mencapai sekitar 855 ribu hektare,” ucapnya.

Dalam kegiatan ini, Direktur PT Export Tani Nusantara, Al-Fiqie, yang juga mahasiswa tingkat akhir di Fakultas Ekonomi Manajemen IPB University mendapat penghargaan Mahasiswa Best Practice. Al-Fiqie pada April 2025 melalui program OVOC melepas ekspor pinang yang dikembangkannya dari Jambi ke Bangladesh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *