Rektor IPB University, Prof. Dr. Arif Satria, mengajak mahasiswa Indonesia yang tergabung dalam Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang untuk turut membangun masa depan bangsa, melalui kekuatan inovasi yang dirancang secara sadar dan strategis.
Hal ini ia sampaikan dalam kegiatan The 8th Annual Scientific Symposium of Indonesian Collegian in Japan (ASSIGN 2025) – PPI Jepang secara daring. Dalam kegiatan tersebut, Prof. Arif menyampaikan materi bertema “Kontribusi Riset dan Inovasi Pelajar Indonesia di Jepang Menuju Indonesia Emas 2045”
Prof. Arif menegaskan, tidak ada jalan lain bagi Indonesia untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di angka 6–7 persen tanpa kekuatan inovasi dan sumber daya manusia yang unggul.
“Pertumbuhan yang berkualitas itu adalah pertumbuhan yang didasari pada kekuatan inovasi dan kekuatan human capital,” ujarnya, Minggu (27/5/2025).
Ia menjelaskan, seluruh teori ekonomi modern hingga pengalaman negara-negara maju menunjukkan bahwa inovasi, riset dan pengembangan, serta investasi pada pendidikan adalah kunci utama pendorong pertumbuhan.
“Ekonomi manapun sekarang sampai seluruh teori-teori yang mendorong pertumbuhan ekonomi selalu berpikir tentang R&D, teknologi, inovasi, dan investasi di bidang human capital,” katanya.
Dalam konteks itu, Prof. Arif menyoroti posisi Indonesia yang masih tergolong menengah dalam Global Innovation Index, bahkan masih tertinggal dari beberapa negara ASEAN lain.
Menurutnya, inovasi tidak cukup hanya dibangun di atas pengetahuan. Kreativitas, imajinasi, dan kemampuan belajar menjadi elemen penting dalam menciptakan inovasi yang relevan dengan masa depan.
“Masa depan itu bukan tergantung pada kompetisi pengetahuan, tapi adalah kompetisi tentang kreativitas, kompetisi tentang imajinasi, dan kompetisi of learning,” jelasnya.
Sebagai pimpinan perguruan tinggi, Prof. Arif menekankan pentingnya membangun budaya inovasi di kampus. Di IPB University, berbagai kebijakan telah diterapkan untuk mendorong kolaborasi lintas disiplin, termasuk model tugas akhir secara kelompok.
Dalam konteks hilirisasi, Prof. Arif juga menyoroti tantangan besar yang disebut sebagai valley of death atau jurang antara riset akademik dan kebutuhan industri. Untuk menjawab tantangan ini, IPB University telah membangun Science Technopark sebagai jembatan antara dunia riset dan pasar.
“Alhamdulillah kita sudah memiliki tingkat komersialisasi 35 persen,” jelasnya.
Sebagai alumnus Jepang, Prof. Arif turut membagikan pengalamannya dalam membangun perspektif global. Ia menempuh pendidikan program doktor di Kagoshima University, Jepang, dalam bidang Marine Policy.
“Saya berharap teman-teman PPI fokus pada karya, inovasi apa yang harus diciptakan, dan itu harus dilakukan by design, tidak bisa by accident,” ujarnya.

