Rektor IPB University yang juga Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Prof. Dr. Arif Satria, menegaskan pentingnya momentum pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 135/PUU-XXII/2024 sebagai pintu masuk untuk mengevaluasi dan memproyeksikan ulang sistem politik nasional.
Menurutnya, putusan MK tersebut bukan sekadar persoalan teknis pemilu, melainkan bagian dari isu yang lebih besar: perlunya perumusan format politik Indonesia di masa depan.
Hal tersebut disampaikan Prof. Arif dalam sambutannya pafa Webinar Nasional yang digelar Majelis Pengurus Pusat ICMI Bidang IV (Politik dan Hukum) dengan tema “Pemilu Nasional dan Lokal Pasca Putusan MK No. 135/PUU-XXII/2024”.
Dalam webinar tersebut, Prof. Arif berharap diskusi lintas perspektif dari para peneliti dan pelaku politik bisa menjadi awal dari serangkaian forum yang akan melahirkan desain baru sistem politik nasional.
Ia menyebut, ICMI siap menggulirkan diskusi berkelanjutan untuk merumuskan formula yang dapat disampaikan kepada para pemangku kepentingan sebagai kontribusi konkret dalam pembaruan sistem politik Indonesia.
“Kita tentu tidak akan membicarakan parsial item per item dalam sistem politik. Pemilu itu hanya salah satu aspek. Yang lebih penting adalah bagaimana kita melakukan kajian terhadap format politik ke depan,” ujar Prof. Arif, Jumat (25/7/2025).
Ia menggarisbawahi, selama 26 tahun reformasi, sistem politik Indonesia telah mengalami perubahan total. Maka dari itu, kini saatnya dilakukan evaluasi menyeluruh sekaligus penyusunan proyeksi untuk masa depan.
Bagi Prof. Arif, politik hanyalah salah satu unsur dari sebuah peradaban yang lebih besar. Karena itu, sistem politik ke depan perlu dirancang secara berbasis nilai, yakni nilai keadilan, kemajuan, partisipasi, dan inklusivitas.
Ia juga menekankan pentingnya menyusun sistem politik yang tidak sekadar meniru model negara lain, melainkan hasil sintesis antara berbagai praktik politik global dan realitas sosial-budaya Indonesia.
“ICMI ingin menjadi sumber inspirasi untuk mengawal kehidupan berbangsa dan bernegara, agar proses politik dibangun berbasis nilai serta mempertimbangkan sejarah dan kultur kita sendiri,” jelasnya.

