Rektor IPB University Prof. Dr. Arif Satria menegaskan pentingnya transformasi pendekatan dalam membangun ketahanan pangan nasional. Ia menyebut bahwa Bina Masyarakat (Bimas) model baru perlu dikembangkan untuk menjawab sepuluh tantangan pangan yang dihadapi Indonesia saat ini.
Hal ini disampaikan dalam Seminar Nasional P4N LXVIII Tahun Ajaran 2025 yang diselenggarakan di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Jakarta, Selasa (29/7/2024).
Menurut Prof. Arif, Bimas baru harus menyatukan berbagai aspek mulai dari produksi, kesejahteraan petani, peningkatan nilai tambah, diversifikasi, hingga keberlanjutan (sustainability).
“Bimas hari ini harus baru, di mana antara produksi, kesejahteraan, nilai tambah, diversifikasi, dan sustainability itu harus bersama-sama,” jelasnya.

Dalam acara yang turut dihadiri Menteri Koordinator Bidang Pangan RI Zulkifli Hasan, Prof. Arif juga menyoroti pentingnya keseimbangan antara kemajuan teknologi dan kelestarian lingkungan. Jika sebelumnya pembangunan pertanian hanya fokus pada digitalisasi dan smart farming (pertanian cerdas), maka saat ini perlu disandingkan dengan aspek keberlanjutan.
“Bicara 4.0 berarti bicara digitalisasi. Tapi hari ini kita bicara 5.0, bicara sustainability. Jadi antara smart dan green itu harus bersanding,” ujarnya.
Prof. Arif mencontohkan strategi Korea Selatan yang mengembangkan dua arah pembangunan sekaligus: green deal dan digital deal.
Menurutnya, Indonesia juga perlu mengikuti pendekatan serupa agar transformasi ekosistem pertanian menuju swasembada pangan dapat terwujud secara berkelanjutan.
“Dua-duanya harus bersanding. Kita nggak bisa hanya bicara smart-smart-smart tanpa bicara sustainability,” tegasnya.

