Rektor IPB University Prof. Dr. Arif Satria menyoroti pentingnya hilirisasi serta reindustrialisasi sektor pangan dan energi, sebagai respons terhadap perubahan geopolitik global yang semakin kompleks dan berdampak langsung pada stabilitas ekonomi nasional.
Hal itu disampaikan Prof. Arif dalam materi bertajuk “Downstreaming and Reindustrialization of Food & Energy in Response to Change Contemporary Geopolitics” dalam gelaran The 9th Jakarta Geopolitical Forum 2025 yang diselenggarakan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (24/6/2025).
“Indonesia memiliki peluang besar untuk reindustrialisasi karena faktor-faktor pendukungnya seperti kekayaan mineral dan keanekaragaman hayati serta jumlah penduduk yang menyediakan kapasitas produksi. Selain itu, peluang akses pasar yang signifikan tersedia karena Indonesia memiliki perjanjian perdagangan dengan 19 negara dan 3 kawasan,” ujar Prof. Arif.
Ia menyampaikan, dinamika geopolitik seperti konflik Rusia-Ukraina, perang dagang AS-Tiongkok, dan konflik Iran-Israel telah menyebabkan lonjakan harga pangan, pupuk, dan energi global. Hal itu pun mendorong urgensi bagi Indonesia untuk memperkuat ketahanan pangan dan energi berbasis sumber daya domestik.
Dalam paparannya, Prof. Arif menggarisbawahi perlunya Indonesia beralih dari paradigma “building industry in Indonesia” menuju “building industrialization of Indonesia” yang menekankan transformasi sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat.
“Paradigma ‘industrialization of Indonesia’ berarti mengindustrialisasi masyarakat Indonesia agar memiliki budaya dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai industri,” jelasnya.

Prof. Arif menekankan peran sektor agromaritim sebagai pilar utama reindustrialisasi nasional, karena relevan dengan struktur sosial masyarakat dan memiliki peran penting dalam penyediaan pangan, energi, serta penggerak ekonomi saat krisis.
Ia menyebutkan empat komoditi strategis hilirisasi yang telah menunjukkan kemajuan signifikan. Antara lain kelapa sawit, kakao, kelapa, dan rumput laut dengan target peningkatan nilai ekspor, penyerapan tenaga kerja, dan investasi hingga tahun 2029.
Lebih lanjut, Prof. Arif juga menyoroti potensi besar Indonesia dalam pengembangan bioenergi berbasis agromaritim dan pentingnya transisi energi yang adil dan berkelanjutan.
Ia mendorong peran serta perguruan tinggi dalam mempercepat reindustrialisasi melalui penguatan inovasi, technopreneurship, dan pendirian teaching industry seperti yang telah dikembangkan IPB University.
“Universitas harus memainkan peran dalam memperkuat riset dan inovasi. IPB telah mengembangkan Science Techno Park yang mendirikan teaching industry di kampus untuk produk minuman, pakan ternak, pengolahan sawit, dan lainnya,” jelasnya.

