Kawasan hutan di Desa Tugu Utara, Cisarua, Bogor, kini tak lagi hanya dikenal dengan panorama alamnya. Lewat tangan masyarakat dan pendampingan akademisi, kawasan ini menjelma menjadi contoh nyata bagaimana kopi bisa menjadi pintu masuk untuk memberdayakan petani, menjaga hutan, dan menggerakkan ekonomi desa secara berkelanjutan.
Rektor IPB University, Prof. Dr. Arif Satria, menyatakan, keterlibatan aktif masyarakat menjadi kunci utama dalam keberhasilan program ini. Menurutnya, masyarakat Kampung Cibulao menunjukkan bagaimana perubahan sosial dapat terjadi secara bertahap dan terukur melalui pendekatan kolaboratif.
“Masyarakat ada di ujung tombak mengelola ini. Jadi ini adalah sebuah praktik pengelolaan kolaboratif yang sangat baik, yang kemudian menghasilkan nilai ekonomi yang sangat baik pula,” ujarnya, Rabu (18/6/2025).
Ia menambahkan bahwa kawasan ini dulunya menghadapi sejumlah tantangan seperti tingkat pendidikan yang rendah, konflik dengan Perhutani, dan minimnya sumber ekonomi berkelanjutan. Namun kini, ketiga aspek keberlanjutan yakni ekonomi, sumber daya alam, dan kelembagaan telah menjadi kekuatan utama Cibulao sebagai kawasan percontohan.
“Sustainability dalam ekonomi, kemudian concern pada sustainability pada sumber daya, dan yang ketiga adalah sustainability dalam konteks institusi atau kelembagaan—ini ketiga aspek inilah yang mendorong kawasan ini menjadi sebuah kawasan yang bisa menjadi percontohan,” jelasnya.
Senada dengan itu, Sekretaris Jenderal sekaligus Plt. Dirjen Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan, Mahfudz, memberikan apresiasi atas inisiatif yang telah dibangun IPB University bersama masyarakat Cibulao. Ia menilai program ini bukan sekadar panen kopi, melainkan bagian dari strategi besar pemberdayaan masyarakat dan pelestarian hutan.
“Saya menyambut dengan hangat dan penuh apresiasi inisiatif IPB University bersama Kelompok Tani Hutan Cibulao Hijau dalam mendukung pemberdayaan petani lokal melalui kegiatan yang inovatif dan berkelanjutan ini,” ujar Mahfudz.

Ia menjelaskan, upaya hilirisasi produk seperti kopi sangat didukung oleh Kementerian Kehutanan, mengingat potensi besar yang dimiliki Indonesia dalam industri kopi dunia.
“Kopi kita ini sekarang ada ranking empat di dunia. Kita ingin naik ke ranking dua. Jadi kita ingin membangun klaster kopi di Indonesia betulnya untuk meningkatkan produksinya,” ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Mahfudz juga menyoroti peran penting program Perhutanan Sosial yang telah memberikan akses legal kepada masyarakat untuk mengelola hutan secara lestari. Hingga kini, akses pengelolaan Perhutanan Sosial telah mencapai 8,3 juta hektare, melibatkan sekitar 1,4 juta kepala keluarga di seluruh provinsi Indonesia (kecuali DKI Jakarta).
“Yang lebih penting lagi adalah negara percaya kepada masyarakat. Sehingga diberikan akses pengelolaan ini,” ujarnya.

