Panen Raya Kopi Konservasi: Hasil 11 Tahun Pendampingan IPB di Cibulao

IPB University menggelar panen raya kopi konservasi di Kampung Cibulao, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, atau tepatnya di kawasan Puncak. Panen ini merupakan wujud keberlanjutan pendampingan IPB sejak tahun 2014 dalam upaya mengembangkan budidaya kopi berbasis konservasi di kawasan hulu Puncak.

Rektor IPB University Prof. Dr. Arif Satria menjelaskan, kopi konservasi merupakan produk kopi yang dihasilkan dari proses budidaya yang memperhatikan aspek-aspek kelestarian lingkungan. Hal ini menjadi penting mengingat kawasan Puncak adalah kawasan strategis yang harus dijaga.

“Karena kawasan Puncak ini adalah kawasan yang harus kita jaga kelestariannya. Nah, karena itu IPB yang sudah hadir di sini selama 11 tahun, ini telah memberikan dampak bagi kesejahteraan masyarakat, bagi kelestarian lingkungan, dan juga bagi solusi atas konflik yang selama ini terjadi dalam pemanfaatan lahan,” ujarnya, Rabu (18/6/2025).

Ia berharap kolaborasi ini dapat terus memperkuat pemanfaatan kawasan Puncak yang ramah lingkungan namun tetap berdampak ekonomi.

“Ini moga-moga dengan adanya kolaborasi dalam pemanfaatan kawasan Puncak untuk kopi konservasi, ini bisa membuat kawasan Puncak semakin lestari, tapi juga mensejahterakan,” tambahnya.

Sementara itu, Wakil Rektor IPB University Bidang Riset, Inovasi, dan Pengembangan Masyarakat Agromaritim, Prof. Dr. Ernan Rustiadi, menyampaikan bahwa panen kali ini merupakan panen raya kedua. Di mana panen raya pertama dilakukan tiga tahun sebelumnya.

Prof. Ernan menyebutkan, IPB sudah mendampingi masyarakat yang kini menjadi petani kopi Cibulao sejak 2014. Dalam kurun waktu tersebut, terjadi transformasi besar dalam cara masyarakat mengelola lahan.

“Tadi di tempat panen, Kang Yono (perwakilan KTH Cibulao) bercerita bagaimana mereka merintis kebun kopi dan bagaimana masyarakat di sini bertransformasi dari ‘perambah’ hutan, penanam sayuran, menebang pohon, dan sebagainya. Sekarang dari seluas 2 hektare, sudah lebih dari 120 hektare,” tuturnya.

Menurutnya, masyarakat yang dahulu berkonflik dengan kepentingan lingkungan kini beralih menjadi petani yang menyebut hasilnya sebagai kopi konservasi.

“Ini bertransformasi dari petani yang berkonflik dengan kepentingan lingkungan, pengelolaan hutan, sekarang menjadi petani, mereka menyebutnya ‘kopi konservasi’. Jadi maksudnya istilah itu karena kopinya sinergi dengan konservasi lingkungan,” jelasnya.

Ia juga menambahkan, saat awal pendampingan kondisi hutan produksi di kawasan tersebut belum sebaik sekarang.

“Kalau kami 10 tahun lalu, hutan produksinya belum selebat ini karena masih ada sayuran. Sekarang makin lebat dan alhamdulillah sejak dikenalkan dengan penting atau nilainya kopi specialty dengan bantuan teman dari Kopi Ranin, sekarang mereka mengenal kopi specialty hingga mereka naik kelas,” ujar Prof. Ernan.

Prof. Ernan juga melihat bahwa ekonomi masyarakat terlihat dari diversifikasi usaha yang dilakukan oleh generasi mudanya. Mulai dari menjual ceri, green bean, sampai kopi bubuk. Bahkan sebagian di antaranya ada yang menjadi barista dan mengelola kafe.

Di samping itu, ia menyampaikan, dengan dukungan Astra dan Unit Wakaf IPB, KTH Cibulao akan segera mengekspor kopi mereka.

“Dengan bantuan Astra, kita akan segera ekspor, karena kendala kami di permodalan. Serta dari Unit Wakaf IPB juga akan dapat bantuan Wakaf Produktif, insya Allah meningkatkan modal dan memenuhi target-target tadi,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *