Rektor IPB Bagikan Kisah 13 Tahun Perjuangan Menulis dan Berbicara di Depan Publik

Rektor IPB University Prof. Dr. Arif Satria (kiri) saat memberikan sambutan dalam kegiatan ESQ Learning Center pada Sabtu (24/5/2025).

Rektor IPB University, Prof. Dr. Arif Satria, membagikan kisah perjuangannya selama 13 tahun dalam belajar menulis, serta perjuangannya untuk bisa berbicara di depan publik dalam kegiatan ESQ Leadership Forum yang digelar di BSD, Sabtu (24/5/2025). Dalam sesi yang penuh inspirasi itu, Prof. Arif menekankan pentingnya growth mindset, kemauan kuat (will power), dan ketekunan (grit) dalam mencapai impian.

Di hadapan para peserta, Prof. Arif bercerita bahwa ia membutuhkan waktu 13 tahun untuk bisa melihat tulisannya muncul di publik. Ia mengisahkan bagaimana dirinya sempat berkali-kali ditolak oleh media kampus maupun luar kampus. 

Namun, pesan sang ayah yang mengingatkan dirinya untuk terus berlatih selalu terngiang. Keteguhan hatinya membuahkan hasil saat di semester 5 perkuliahan, tulisannya untuk pertama kali berhasil dimuat.

“Itu kebanggaan yang luar biasa. Bukan karena tulisannya, tapi karena perjuangannya. Sekarang tulisan saya bisa masuk koran regional, nasional, jurnal internasional, bahkan saya diwawancara media, tv, itu proses 13 tahun, kesabaran yang luar biasa,” ucapnya.

Tak hanya soal menulis, Prof. Arif juga berkisah tentang perjuangannya dalam berbicara di depan umum. Ia mengaku saat masih di bangku sekolah sulit berbicara di depan orang lain. 

Namun, mimpi besar untuk menjadi pembicara publik terus mendorongnya. Salah satunya saat dirinya menghadiri seminar dan forum-forum.

“Setiap kali saya duduk di seminar, saya hanya bisa kagum pada para pembicara. Dalam hati saya berkata: ‘Saya ingin seperti mereka.’ Padahal waktu itu, ngomong saja saya tidak bisa,” ceritanya.

Meski sempat diragukan, bahkan oleh keluarganya sendiri, Prof. Arif akhirnya memilih Program Studi Komunikasi Penyuluhan Pertanian di IPB. Sebab prodi tersebut diyakini dapat membantunya tampil hingga menyampaikan ide-idenya di depan publik.

“Saya memilih jurusan ini bukan karena saya sudah bisa bicara, tapi karena saya ingin bisa bicara. Kalau saya tidak memaksa diri, saya tidak akan pernah tumbuh,” ujarnya.

Prof. Arif pun sempat beberapa waktu berkonsultasi ke psikolog. Dari berbagai sesi yang dijalani, ia mendapat nasihat sederhana dari sang psikolog yang mengubah hidupnya.

“Ubah mindset-mu, bahwa ini bukan kendalamu, ini potensimu,” ujar Prof. Arif mengulangi nasihat dari psikolognya.

Sejak saat itu, ia terus melatih diri dan membangun keyakinan bahwa kemampuan bisa diasah jika punya kemauan kuat. Prof. Arif juga menjelaskan terkait perbedaan fixed mindset dan growth mindset, serta bagaimana kemauan yang kuat bisa menuntun manusia hingga mendapat kesempatan.

“Kalau saya punya fixed mindset, saya sudah berhenti sejak dulu. Tapi karena saya percaya bahwa kemauan lebih penting daripada kemampuan, saya terus belajar. Kata kuncinya adalah will power,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *