IPB University resmi membuka The 8 ESL International Summer Course 2025 dengan tema “Ekowisata, Konservasi Alam, dan Ketahanan Pangan.” Kegiatan ini secara khusus membahas “Manfaat dan Tantangan dalam Tata Kelola Kelautan Berkelanjutan: Perspektif Ekologi Politik” dan menjadi wadah dialog akademik lintas disiplin, sekaligus refleksi kritis terhadap isu-isu pesisir dan kelautan.
Rektor IPB University, Prof. Dr. Arif Satria, dalam pidato pembukaannya menyampaikan, kursus musim panas ini tidak hanya sekadar ajang pembelajaran akademis, namun telah menjadi platform dinamis yang mendorong kolaborasi dan penciptaan solusi bersama terhadap berbagai tantangan lingkungan.
Menurutnya, wilayah laut dan pesisir bukan sekadar harta karun ekologis, melainkan urat nadi kehidupan bagi jutaan orang yang bergantung pada sumber daya tersebut untuk pangan, penghidupan, dan identitas budaya.
“Namun, kita juga tidak bisa menutup mata bahwa ekosistem ini kini berada di bawah tekanan yang terus meningkat akibat aktivitas manusia, perubahan iklim, dan penggunaan sumber daya yang tidak berkelanjutan,” ujar Prof. Arif, Selasa (5/8/2025).
Melalui kuliah, studi kasus, dan diskusi kelompok, para peserta diajak mengeksplorasi baik manfaat maupun tantangan dari tata kelola kelautan berkelanjutan. Beberapa manfaat yang menjadi sorotan antara lain perlindungan dan pemulihan ekosistem laut, penguatan ekonomi melalui ekowisata, pemberdayaan masyarakat, serta peningkatan ketahanan pangan lewat perikanan dan perencanaan kelautan yang berkelanjutan.
Adapun jumlah peserta kegiatan ini sebanyak 106 peserta dari 22 negara, yaitu Afghanistan, Bangladesh, Mesir, Jerman, Filipina, Pantai Gading, Malawi, Meksiko, Malaysia, Ghana, Nigeria, Pakistan, Polandia, Taiwan, Gambia, Tanzania, Zimbabwe, Sierra Leone, Somalia, Amerika Serikat, Vietnam, dan Indonesia.

Di sisi lain, Prof. Arif mengatakan, kompleksitas nyata juga turut dibahas, seperti bagaimana menyeimbangkan antara kepentingan lingkungan dan ekonomi, mengelola konflik antar pemangku kepentingan, hingga tantangan koordinasi kebijakan dan kesenjangan kapasitas di wilayah pesisir.
“Ini bukan isu teoretis semata. Ini adalah realitas yang dihadapi banyak masyarakat pesisir, terutama di belahan bumi selatan,” tegasnya.
Prof. Arif menutup sambutannya dengan tiga ajakan kepada seluruh peserta: untuk terus belajar dengan rasa ingin tahu yang tinggi, menjaga koneksi dan jaringan kolaboratif yang telah terbangun selama program berlangsung, serta menjadi penggerak perubahan di komunitas maupun institusi masing-masing.
“Dunia membutuhkan kepemimpinan Anda,” ucapnya.

